Senin, 22 Oktober 2012

Anjing Hidup diatas Singa Mati


Kebaktian DNA, 13 Oktober 2012 oleh kak Tommy

Bicara tentang pengharapan, kita berpegang pada Pengkotbah 9:4 yang berbicara bahwa ciri-ciri orang hidup adalah mempunyai pengharapan (bukannya bernafas atau bergerak). Ayat ini juga membandingkan bahwa anjing yang hidup lebih baik daripada singa yang mati. Perumpaan ini menggambarkan anjing (hewan yang  jaman dahulu dianggap penakut , namun hidup ‘dalam arti punya pengharapan’) itu lebih baik daripada singa (yang dianggap berkuasa dengan otoritas, gagah namun mati ‘dalam arti tidak punya pengharapan’) .

Kita tidak boleh menjadi dead man walking (zombie) versi Kristen, yang ibaratnya beragama Kristen tapi tidak mempunyai pengharapan (baik terhadap diri sendiri, keluarga, dan bangsa kita)

Kenapa manusia bisa hilang pengharapan? Jawabannya lengkap di Yohanes 5 : 1 – 9

Kalau kita pikirkan pakai logika, pertanyaan Yesus kedengaran bodoh. Sudah jelas semua orang yang berkumpul disitu ingin sembuh, tapi Yesus malah bertanya “Apakah kamu mau sembuh?” tentu saja kalau di dunia meme ini sudah dikategorikan “YOU DON’T SAY?”. Tapi jawaban dari si sakit lebih ngawur lagi ! Dia malah jawab “Tuhan, gue gabisa masuk ke kolam selalu keduluan” (bahasa gahulnya)

Tapi justru disini kita bisa belajar dari motif tersembunyi Tuhan ! Masalah terbesar orang sakit ini adalah kehilangan pengharapan. Motivasi awal dirinya adalah keinginan untuk sembuh, tapi karena gagal selama 38 tahun untuk masuk ke kolam tersebut, visinya mulai buyar dan malah ingin ‘MASUK KOLAM’ – bukannya sembuh. Yesus bertanya seperti itu untuk mengembalikan orang sakit tersebut ke visi sebenarnya – kesembuhan.

Kembali pada pertanyaan diatas, 3 hal yang menyebabkan manusia hilang pengharapan adalah :

1. Trauma akibat kegagalan. Cara pawang gajah menjinakkan gajah adalah dengan cara mengikat kakinya dengan rantai semenjak gajah masih bayi. Ketika gajah tersebut dewasa, ia tidak berani mencoba untuk mengangkat kakinya ketika diikat, padahal jika ia mencoba pasti ia bisa lepas. Ini akibat kondisi mentalnya yang sudah berpikir bahwa ia tidak sanggup.
Pikiran seperti ini yang harus kita buang jauh-jauh. Kalau kita gagal di hari lalu, belum tentu kita gagal lagi sekarang karena kita punya kekuatan baru dalam Kristus. Trauma sangat berbahaya baik dalam pertumbuhan duniawi dan rohani.

2. Tidak memiliki komunitas/teman. Di ayat tersebut si orang sakit berkata “tidak ada yang menurunkanku” ia duduk berusaha sendirian tanpa ada yang membantu. Andai saja ia punya teman-teman yang membantunya, mungkin saja ia sudah sembuh karena dibantu. Kitapun harus memiliki komunitas dalam bertumbuh. Tujuannya, apabila kita mulai ‘sakit’ – dalam arti ada masalah, kita punya orang-orang yang siap mendoakan kita dan memberi pemecahan masalah pada kita.
Ini sangat berguna apabila kita harus mengambil keputusan mendesak dalam ‘masa gelap’ (mood jelek, banyak masalah, dalam amarah) sebab apabila mengambil keputusan sendiri dalam masa gelap tentu keputusannya PASTI SALAH. Namun komunitas dapat memberikan kita pemecahan masalah sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dalam masa gelap sekalipun. Namun demikian, keputusan tetap paling baik diambil saat masa terang (kondisi senang, tidak ada amarah, tidak banyak pikiran)

3. Dia tidak mengenal karakter Allah. Ia tahu ada Allah (bahkan menyebut Yesus Tuhan) tapi tidak mengenal sifatnya. Kitapun seringkali salah persepsi terhadap sifat Tuhan. Yang paling sering terjadi adalah :
                - Menganggap bahwa Tuhan baik namun tidak mahakuasa (tidak sanggup menyembuhkan)
                Atau
-Menganggap bahwa Tuhan mahakuasa namun tidak baik (tidak mau menyembuhkan)
Dua pemikiran ini harus kita buang jauh-jauh! Tuhan kita sanggup dan mau menyembuhkan kita.

Orang sakit di kisah ini sudah terkena tiga faktor diatas, namun kehadiran Yesus mengubah dirinya. Meskipun sudah dalam kondisi tidak punya pengharapan secara total, Yesus masih mau menyembuhkannya. Kitapun harus percaya bahwa sekalipun harapan kita di dunia sudah tidak ada, masih ada Yesus yang mau memberikan pengharapan baru kepada kita, dan pengharapan baru tersebut hendaklah kita jaga baik-baik jangan sampai hilang. 


Selama 40 tahun setelah melarikan diri dari Mesir, dia sakit hati karena tidak diakui (padahal tujuan dia baik, betapa sakitnya). Ditambah lagi hidup pas-pas an (menjadi gembala) padahal sebelumnya pangeran kerajaan.

Dalam kurun waktu ini tadinya Musa berpikir bahwa Tuhan sudah meninggalkan dirinya, padahal Tuhan sendiri yang menghendaki bahwa Musa harus hidup dalam kerendahan.
Di ayat 32 dijelaskan bahwa yang membuat Musa takut adalah bahwa ia berpikir ia orang gagal (gagal karena salah menanggapi panggilan Tuhan)

Kesalahan Musa adalah begini : ia sudah menanggapi panggilan Tuhan namun caranya menanggapi itu salah. Seharusnya ia tidak perlu membunuh ! Tuhan memang menghendaki dirinya membela bangsa Israel, namun tidak pernah menginstruksikan untuk membunuh.

Kenapa Musa bisa sampai salah tanggap? Alasannya adalah karena ia punya sakit hati dengan bangsa Mesir. Selama hidup menjadi putra kesayangan Mesir setiap hari Musa melihat penderitaan bangsa Israel yang disiksa oleh Mesir sehingga ia pembunuhan yang ia lakukan adalah wujud pembalasan dendam untuk sakit hatinya selama ini. Kesimpulannya, hati yang sakit bisa membuat kita salah bertindak.

Hal terakhir yang perlu dibahas adalah kalimat Tuhan kepada Musa yang berbunyi “tanggalkan kasutmu karena tempat ini suci”, di waktu sekarang kalimat ini bisa kita interpretasikan menjadi “tinggalkan cara hidupmu yang lama untuk siap menanggapi panggilan Tuhan karena ini adalah misi penuh hikmat”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar